Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Selasa, 13 Oktober 2020

Syakir NF

Berkasih-kasihan





Syakir NF


Dengan maksud meledek, tawa gadis Sunda itu meledak. Ia terbahak manakala kekasihnya kalah telak. Ya, mereka tengah mengkhidmati sebuah permainan. Meski tak berdampingan, mereka tetap bisa berkasih-kasihan.

 

Tentu tak ada niatan saya sama sekali untuk menyimak keduanya. Saya yang asik membaca buku Di Kaki Langit Gurun Sinai karya Hassanein Heikal yang diterjemahkan Mahbub Djunaidi memang mau tidak mau ya harus mendengar itu. Tidak mungkin juga kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu diganggu begitu saja.

 

Ya, habis mau gimana lagi? Gak mungkin juga kan meminta mereka untuk menghentikan aktifitasnya. Jika pun saya di posisi yang sama, tentu juga enggan diganggu. Jika demikian, pastilah ada pikiran bahwa orang tersebut sirik, dalam arti iri melihat aktifitas kita. Karena saya enggan dikatakan demikian, lebih baik saya diam saja toh.

 

Memang, siapa sih yang enggan berkasih-kasihan? Tentu siapa saja memiliki hasrat demikian, terhadap apa atau siapa pun yang tentu tercurah kasih sepenuhnya. Tetapi siapa yang bisa menolak takdir? Bukan saya menyalahkan ketentuan, tetapi memang sudah garisnya demikian. Beberapa kali saya menjalin hubungan dengan perempuan, hal sama yang selalu didapatkan, kekecewaan.

 

“Kenapa?” pasti pertanyaan yang hendak diajukan adalah itu.

 

Ya, kalau saya sering mendengar perempuan mengatakan, “Laki-laki itu sama (merujuk pada hal negatif dalam jalinan hubungan),” maka saya hampir mengatakan demikian juga. Tapi tentu tidak. Saya meyakini, masih ada perempuan yang tidak bersikap seperti mereka yang pernah dekat denganku.

 

Tidak perlu kau utarakan pertanyaan selanjutnya, langsung saya akan jawab di sini. Ada yang memilih lelaki lain di saat saya masih menaruh kasih, ada juga yang berjanji tidak akan berpacaran karena itu hasutan setan, tetapi di waktu berikutnya, dia melakukan hal tersebut dengan seorang kawan sendiri. Macam-macam begitulah.

 

Ya sudah, memang itu hak mereka. Tak ada hak saya memaksa orang memiliki perasaan yang sama. Hal tersebut menjadi pelajaran penting bagi saya mengenai perempuan.

 

Mungkin, ada kesalahan yang pernah saya perbuat. Bisa jadi. Saya perlu instropeksi diri. Saya tentu ingin seperti mereka yang melempar tawa meledek, tetapi yang diterima orang yang tengah menjadi lawan mainnya itu justru kasih. Mungkin belum saatnya atau waktu sekarang belumlah tepat. 


Ketimbang menggenang dalam hati, rasa ingin berkasih-kasihan itu saya tuangkan dalam catatan ini.

 

Selamat malam, kasih!

 

 

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »