Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Sabtu, 06 Juli 2019

Syakir NF

​Sua Jia di Malaysia, Hulu Dunia adalah Kampung Saya

Saya dan Jia saat di Kementerian Kesehatan Jepang
Syakir NF

Tak ada pikiran sama sekali di benak saya bakal menjadi warga dunia. Ya, tidak sekadar warga Indonesia. Apalagi cuma warga Cirebon dan wilayah yang lebih kecil di dalamnya, Astanajapura, Mertapada Kulon, dan blok Buntet Pesantren. Tapi, semuanya berpangkal dari tempat yang saya sebut terakhir itu.

Iya, dunia itulah Buntet itu sendiri. Muaraku ke Bangkok dan Chiang Mai di Thailand, muaraku ke Sepang, Putrajaya, dan Kuala Lumpur, muara ke Singapur, hingga ke Tokyo, Jepang di timur laut tempat saya berasal itu, semuan​​ya berhulu ke tempat mula saya tumbuh, Buntet Pesantren.

Rabu (4/7/2019), saya kembali sua dengan Jia Hui Cheon, rekan satu grup saat pertemuan pelajar Asia Tenggara, Timor Leste, dan Jepang (Jenesys) di Tokyo, Jepang pada Februari 2019 lalu.

Sampai sekarang, saya merasa itu sekadar mimpi. How's occured? Bagaimana itu bisa terjadi dari seorang Syakir NF yang TOEFL nya dapat 400 lebih dikit saja sudah syukur. Saya tak mengerti. Sungguh, saya tidak paham itu semua bisa terjadi pada diri saya yang daif ini.

Saya dan Jia di Hotel Emion, Urayasu, Tokyo
Apalagi saat kali pertama bertemu kembali dengan perempuan asli Kuala Lumpur itu. Saya butuh, oh tidak, dia butuh waktu 30 menit untuk menunggu saya yang tak tau jalan, yang hanya mengandalkan peta. Meski ternyata dia juga tidak paham-paham betul jalan di dalam pusat perbelanjaan Menara Kembar Petronas itu.

Ya, sebetulnya, untuk pergi ke salah satu ikon Malaysia dari tempat saya tinggal di Jalan Conlay itu cukup naik eskalator setelah jalan beberapa puluh meter. Setelah naik eskalator, tak perlu keluar lagi. Ikut arah jalan di situ saja untuk sampai Suriah KLCC.

Setelah sampai di tempat tersebut, saya bingung lagi karena luas banget. Mungkin kalau di Indonesia seperti Grand Indonesia. Dia pun memotret peta digital yang ada di dekat kafe tempat kami janjian. Ya, tempat tersebut menyediakan peta digital yang menunjukkan posisi kita dan hendak ke mana kita, seperti tempat parkir, pintu keluar, dan sebagainya.

Saya naik dua lantai lagi, lalu berjalan dari ke sisi yang lain. Barulah ketemu Illy Cafe. Dan dia berdiri menjemputku sembari mengembangkan senyumnya. Kami berjabat tangan. Tapi meskipun tangan berjabat dan mata bersitatap, pikiran saya lenyap. Masih belum percaya itu bisa terjadi. Tapi terjadi juga.

Setelah berjabat tangan dan tanya kabar. Eh tanya kabar nggak ya? Lupa. Wkwk. Lalu, dia kasih saya pilihan, "Mau jalan atau ngopi dulu?"

Saya yang capek karena jalan berkilo-kilo meter (lebay), tentu milih ngopi dulu. Minumannya sebentar lagi habis. Mungkin capek juga menunggu. Ia memesankan minuman buat saya. "Pahit atau manis?" Tanyanya.


"Pahit"

"Cold atau hot?"

"Panas."

"Apa ini? Cappucino suka?"

"Boleh."

Ia pun langsung membuka dompetnya. Padahal saya juga sudah siap-siap membuka amplop berisi uang ringgit hasil menukar di Ciputat.

"No. No. No. I will pay for you," begitu katanya.

Ya sudah. Tas kembali saya tutup. Kami pun duduk satu meja. "Acara apa di KeyEl?"  "Agendanya gimana? Ngapain aja?" Pertanyaannya berderet panjang.

"Saya kok diem-diem aja ya," katanya dengan nada turun. "Kalian kok aktif banget ngikuti kegiatan-kegiatan ASEAN. Filipina juga," imbuhnya.

Ia senang dengan rekan-rekannya yang aktif mengikuti berbagai kegiatan yang digelar oleh ASEAN, termasuk bangga juga padaku (geer). Tapi, sekaligus sedih juga (kelihatannya) karena tidak bisa seperti rekan-rekan yang ia ceritakan. Ia hanya menjadi pekerja, cuma ikut kegiatan internasional sekali-kalinya saat di Jepang itu. Tapi ia ingin pergi ke luar negeri lagi suatu saat, ke Taiwan (kalau tidak salah) tahun depan. Hanya sekadar untuk rekreasi, katanya.

Saya pun mengajaknya ke Indonesia. Nanti katanya, suatu saat. Dia pun meminta rekomendasi tempat. "Maunya ke tempat yang seperti apa?" tanyaku. "Alam-alam gitulah," katanya.

Terlalu banyak untuk disebutkan. Saya hanya memberi contoh rekan satu grup asal Thailand, Emma, yang pernah ke Bromo. Banyak juga gunung-gunung jika ia senang mendaki (hiking).

Kami kembali membincangkan acara yang saya ikuti, yakni tentang perencanaan kerja mencegah dan melawan terorisme, radikalisme, dan kekerasan ekstrem. Saya pun bercerita seklumit tentang apa yang dibahas dalam kegiatan tersebut. Tidak sekadar bagaimana acara itu berlangsung, tentang ISIS, tentang pengeboman aksi-aksi teror di Indonesia, tentang Gus Dur yang potretnya terlukis di atas kaos yang tengah kukenakan.

Setelah kopi habis, kami pun beranjak jalan-jalan. Saya minta dia mengantarkan ke tempat perbelanjaan yang lebih murah. Ia mengajaknya ke Central Market. Meskipun ia sendiri ternyata belum pernah masuk ke tempat tersebut. Untuk sampai di sana, kami naik kereta Rapid KL dari KLCC. Hanya melewati tiga stasiun, kami sampai di tempat tersebut. Masih sedikit jalan kaki dari stasiun tempat kita turun.

Saya membeli kopi, cokelat, beberapa kaos, hingga dompet dan tas. Ia menemaniku dengan setia dan kembali mengantarkanku ke KLCC. Meskipun jam yang ditentukan orangtuanya sudah lewat. Sebab, 5.30 PM ia harus sudah pulang. Sementara kita baru sampai KLCC lagi sekitar pukul 06.00 PM.

Kami berpisah di sebuah lorong di KLCC. Konon, ia akan ditempatkan oleh sebuah perusahaan di antara tiga kota, Singapura, Bangkok, dan Jakarta. Kota terakhir tentu harapanku agar kita bisa sua kembali.

Kami sama-sama tak mau meninggalkan tempat itu sebelum melihat masing-masing beranjak. Sampai Jia memintaku segera beranjak, "Ayo!" katanya sembari mengembangkan senyumnya. Ia sebagai tuan rumah harus menjadi orang terakhir. Akhirnya, saya pun angkat kaki. Kembali ke hotel.

Dan sampai sekarang, saya tak mengerti, kenapa saya bisa sejauh itu... Wallahu a'lam, Allah swt Mahatahu atas segalanya. Tapi yang pasti, semua berasal dari kampung saya, Buntet Pesantren.

Penulis adalah pengelana

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
31 Januari 2020 pukul 10.09 delete

Nama: __ Hendi Zikri Didi
Bandar: _______________ Melacca
pekerjaan: _ Pemilik perniagaan
Sebarang notis: ____ hendidi01@gmail.com

Halo semua, sila berhati-hati tentang mendapatkan pinjaman di sini, saya telah bertemu dengan banyak peminjam palsu di internet, saya telah menipu saya hampir menyerah, sehingga saya bertemu seorang rakan yang baru saja memohon pinjaman dan dia mendapat pinjaman tanpa tekanan, jadi dia memperkenalkan saya kepada legitamate AASIMAHA ADILA AHMED LOIR FIRM, saya memohon Rm1.3 juta. Saya mempunyai pinjaman saya kurang dari 2 jam hanya 1% tanpa cagaran. Saya sangat gembira kerana saya diselamatkan daripada mendapatkan hutang miskin. jadi saya nasihat semua orang di sini memerlukan pinjaman untuk menghubungi AASIMAHA dan saya memberi jaminan bahawa anda akan mendapat pinjaman anda.

Pusat Aplikasi / Hubungi
E-mail: ._________ aasimahaadilaahmed.loanfirm@gmail.com
WhatsApp ____________________ + 447723553516

Reply
avatar