Subuh betul saya sudah bersiap kembali ke kosan. Terlambat sedikit sama dengan menyiksa diri sendiri karena bakal terjebak macet parah. Untungnya, saya cukup pagi dan segitu pun, kami sudah cukup terjebak kemacetan. Apa mau dikata.
“Sudah punya pacar belum?” tanya beliau.
Saya sudah tahu kelanjutan arah pembicaraan ini. Pasti mengarah
pada satu hal. Tapi saya yang lebih muda secara usia dan keturunan tentu harus
menyimaknya. Betul saja, ia hendak memastikan bahwa keponakannya itu tidak
mencari perempuan dari luar.
Hal serupa pernah ia dengar dari dua orang lain yang terbilang
masih karib. “Tidak perlu menambah saudara lagi,” begitu bahasa yang digunakan
salah satu di antaranya.
Emak yang sebelumnya tidak pernah turut membicarakan ini sudah hampir
setahun mengulang-ulang pembahasan yang sama. Entah karena hendak segera
menimang cucu, saya kira belum, atau hal lain yang saya juga tidak ketahui.
Wallahu a’lam.
Yang pasti, beberapa kali emak berbicara empat mata dengan saya
mengenai hal ini. Dan, sepertinya emak juga enggan, atau setidaknya bakal
berpikir berkali-kali untuk bertindak meminang seseorang untuk anaknya.
Pasalnya, ia pernah sekali melakukan ini tapi bertepuk sebelah tangan. Bukan
tidak mau yang dipintanya, tetapi sudah ada yang meminta lebih dahulu.
Karenanya, dalam beberapa bulan ini, pikiran saya dihantui dengan
ritual sakral itu, ibadah sepanjang hidup itu. memang bukan saja karena
seringnya emak mengajak bicara sulungnya ini, tetapi juga karena memang banyak
rekan seusia yang sudah melangsungkannya. Muncul pertanyaan di benak pribadi,
“Apakah memang sudah waktunya?”
Untuk mempersiapkan itu, emak sudah sejak dua tahun silam meminta
saya menabung dengan giat. Saya mematuhi saja. Saban bulan, saya nitip uang ke
emak 700 ribu untuk ditabung. Hasilnya setelah dua tahun mendapat sekitar Rp20
juta. Namun, uang tersebut sekarang sudah habis tak bersisa hanya dalam
beberapa bulan saja.
Buat apa?
Saya senang sekali belanja buku untuk dikoleksi dan kapan-kapan
dibaca. Saya merasa bahwa buku adalah investasi saya, sebagaimana orang-orang
berinvestasi secara tunai ataupun melalui barang-barang dagangan. Sebab,
sebagai seorang penulis, buku adalah bahan yang jika dibaca dan diolah ulang
akan menghasilkan pundi-pundi yang masuk kantong pribadi.
Padahal, rencananya duit tersebut saya gunakan untuk mengerjakan
tesis dan mengambil cuti kerjaan. Namun, rencana hanya tinggal rencana. Bubrah
semua manakala saya merasa segan untuk meminta cuti mengingat kantor juga
sedang kekurangan tenaga.
Ya, sekarang duit itu sudah habis. Apa mau dikata, wong memang
sudah tidak ada lagi. Lalu bagaimana?
Saya mulai lagi dari awal menabung. Kali ini, saya meminta izin
kepada emak untuk menabung sendiri, tidak lagi ke bank dengan jangka waktu
tertentu. Bahkan, dalam beberapa bulan saya tabung secara tunai, tidak di
rekening bank. Di lemari saya, tersimpan uang Rp6 juta. Tetapi karena khawatir
hilang, setiap kali bepergian, uang tersebut saya bawa. Termasuk saat menuju
Tegal, saya bawa Rp5 juta tabungan, sebelum akhirnya saya setor tunaikan di
bank kampus.
Hari ini, alhamdulillah tabungan saya sudah mencapai Rp9 juta.
Kebetulan, dalam minggu-minggu ini ada acara dan waktunya gajian jadi bisa
menambah lumayan. Semoga rezeki kita semua berkah. Untuk sampai di pelaminan, butuh
berapa sih? wkwkwk
Oh ya, kembali ke laptop. Hehe
Pernah suatu ketika, saya diminta orang. Tetapi, emak tidak
berkenan. Tentu tidak secara langsung menolaknya, tetapi dengan mendiamkannya.
Bukan apa-apa, saya saat itu masih terlalu dini untuk hal tersebut, sementara
di sana rupanya hendak bersegera.
Untuk sampai di jenjang itu, tentu tidak main-main. Perlu
perhitungan yang sangat matang. Hari ini, saya masih berpikiran apakah memang
harus lekas di tengah adik-adik saya yang belum ‘mentas’? Bagaimanapun, sebagai
sulung, saya juga punya tanggung jawab atas mereka semua.
Tetapi, saya meyakini bahwa rezeki tidak bakal lari dari
pemiliknya. Ke depan, saya akan terus membantu mereka sekuat tenaga jika pun
saya ditakdirkan untuk lekas berkeluarga sembari menempuh studi strata tiga
dengan beasiswa. Amin.
Berkali saya menjalin hubungan dengan perempuan. Selalu saja
hasilnya sama, kecewa. Wkwk
Kalau memang ada anggapan perempuan terhadap semua laki-laki sama,
saya juga inginnya demikian. Tetapi tidak. Saya tidak bisa menggeneralisasi
semuanya secara bersamaan begitu saja. Pasti saja setiap kaidah itu ada
pengecualian, Bayi mungkin di antaranya.