Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Kamis, 26 November 2020

Syakir NF

Menujumu

 

Subuh betul saya sudah bersiap kembali ke kosan. Terlambat sedikit sama dengan menyiksa diri sendiri karena bakal terjebak macet parah. Untungnya, saya cukup pagi dan segitu pun, kami sudah cukup terjebak kemacetan. Apa mau dikata.

 

“Sudah punya pacar belum?” tanya beliau.

 

Saya sudah tahu kelanjutan arah pembicaraan ini. Pasti mengarah pada satu hal. Tapi saya yang lebih muda secara usia dan keturunan tentu harus menyimaknya. Betul saja, ia hendak memastikan bahwa keponakannya itu tidak mencari perempuan dari luar.

 

Hal serupa pernah ia dengar dari dua orang lain yang terbilang masih karib. “Tidak perlu menambah saudara lagi,” begitu bahasa yang digunakan salah satu di antaranya.

 

Emak yang sebelumnya tidak pernah turut membicarakan ini sudah hampir setahun mengulang-ulang pembahasan yang sama. Entah karena hendak segera menimang cucu, saya kira belum, atau hal lain yang saya juga tidak ketahui. Wallahu a’lam.

 

Yang pasti, beberapa kali emak berbicara empat mata dengan saya mengenai hal ini. Dan, sepertinya emak juga enggan, atau setidaknya bakal berpikir berkali-kali untuk bertindak meminang seseorang untuk anaknya. Pasalnya, ia pernah sekali melakukan ini tapi bertepuk sebelah tangan. Bukan tidak mau yang dipintanya, tetapi sudah ada yang meminta lebih dahulu.

 

Karenanya, dalam beberapa bulan ini, pikiran saya dihantui dengan ritual sakral itu, ibadah sepanjang hidup itu. memang bukan saja karena seringnya emak mengajak bicara sulungnya ini, tetapi juga karena memang banyak rekan seusia yang sudah melangsungkannya. Muncul pertanyaan di benak pribadi, “Apakah memang sudah waktunya?”

 

Untuk mempersiapkan itu, emak sudah sejak dua tahun silam meminta saya menabung dengan giat. Saya mematuhi saja. Saban bulan, saya nitip uang ke emak 700 ribu untuk ditabung. Hasilnya setelah dua tahun mendapat sekitar Rp20 juta. Namun, uang tersebut sekarang sudah habis tak bersisa hanya dalam beberapa bulan saja.

 

Buat apa?

 

Saya senang sekali belanja buku untuk dikoleksi dan kapan-kapan dibaca. Saya merasa bahwa buku adalah investasi saya, sebagaimana orang-orang berinvestasi secara tunai ataupun melalui barang-barang dagangan. Sebab, sebagai seorang penulis, buku adalah bahan yang jika dibaca dan diolah ulang akan menghasilkan pundi-pundi yang masuk kantong pribadi.

 

Padahal, rencananya duit tersebut saya gunakan untuk mengerjakan tesis dan mengambil cuti kerjaan. Namun, rencana hanya tinggal rencana. Bubrah semua manakala saya merasa segan untuk meminta cuti mengingat kantor juga sedang kekurangan tenaga.

 

Ya, sekarang duit itu sudah habis. Apa mau dikata, wong memang sudah tidak ada lagi. Lalu bagaimana?

 

Saya mulai lagi dari awal menabung. Kali ini, saya meminta izin kepada emak untuk menabung sendiri, tidak lagi ke bank dengan jangka waktu tertentu. Bahkan, dalam beberapa bulan saya tabung secara tunai, tidak di rekening bank. Di lemari saya, tersimpan uang Rp6 juta. Tetapi karena khawatir hilang, setiap kali bepergian, uang tersebut saya bawa. Termasuk saat menuju Tegal, saya bawa Rp5 juta tabungan, sebelum akhirnya saya setor tunaikan di bank kampus.

 

Hari ini, alhamdulillah tabungan saya sudah mencapai Rp9 juta. Kebetulan, dalam minggu-minggu ini ada acara dan waktunya gajian jadi bisa menambah lumayan. Semoga rezeki kita semua berkah. Untuk sampai di pelaminan, butuh berapa sih? wkwkwk

 

Oh ya, kembali ke laptop. Hehe

 

Pernah suatu ketika, saya diminta orang. Tetapi, emak tidak berkenan. Tentu tidak secara langsung menolaknya, tetapi dengan mendiamkannya. Bukan apa-apa, saya saat itu masih terlalu dini untuk hal tersebut, sementara di sana rupanya hendak bersegera.

 

Untuk sampai di jenjang itu, tentu tidak main-main. Perlu perhitungan yang sangat matang. Hari ini, saya masih berpikiran apakah memang harus lekas di tengah adik-adik saya yang belum ‘mentas’? Bagaimanapun, sebagai sulung, saya juga punya tanggung jawab atas mereka semua.

 

Tetapi, saya meyakini bahwa rezeki tidak bakal lari dari pemiliknya. Ke depan, saya akan terus membantu mereka sekuat tenaga jika pun saya ditakdirkan untuk lekas berkeluarga sembari menempuh studi strata tiga dengan beasiswa. Amin.

 

Berkali saya menjalin hubungan dengan perempuan. Selalu saja hasilnya sama, kecewa. Wkwk

 

Kalau memang ada anggapan perempuan terhadap semua laki-laki sama, saya juga inginnya demikian. Tetapi tidak. Saya tidak bisa menggeneralisasi semuanya secara bersamaan begitu saja. Pasti saja setiap kaidah itu ada pengecualian, Bayi mungkin di antaranya.

 

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »