Sebagai pelajar, kita mesti punya adab yang baik, tutur kata yang
lembut, sopan santun terhadap guru, bahkan kepada anak serta keturunannya. Hal
pertama yang mesti dilakukan oleh seorang pelajar atau murid adalah
mendahulukan membersihkan diri dari buruknya akhlak. Hal ini didasarkan pada
hadis Nabi Muhammad saw., buniya al-dinu ‘ala al-nadzafah, agama
didirikan di atas kebersihan.
Kebersihan di sini bukan sekadar kebersihan lahir yang dapat
terlihat oleh mata. Namun yang lebih penting dari itu adalah kebersihan hati.
Hal ini erat kaitannya dengan firman Allah swt. dalam surat al-Taubah ayat 28, innama
al-musyrikuna najasun, orang-orang musyrik itu najis.
Najisnya orang musyrik tentu tidak mesti terdapat pada pakaiannya.
Mungkin pakaian yang mereka kenakan sangat baik kualitasnya dilengkapi dengan
pewangi yang harum. Kenajisan mereka terletak pada hatinya. Selagi hatinya tidak
bersih dari kotoran-kotoran, selama itu pula ilmu yang diterima tidak
bermanfaat dan tidak mendapatkan cahaya keilmuannya.
Kita tidak boleh punya prasangka negatif terhadap guru sebagai
pengajar kita. Terlebih berlaku tidak baik terhadapnya, meskipun hanya mencibir
di belakang. Tindakan demikian dapat menolak cahaya ilmu masuk ke dalam hati
kita. Sementara itu, Ibnu Mas’ud pernah berkata, bahwa ilmu itu bukanlah sebab
banyaknya pengetahuan, tetapi ilmu adalah cahaya yang masuk ke dalam hati.
Sebagian ahli tahkik mengatakan bahwa ilmu akan menolak jika dalam
belajarnya bukan dimaksudkan karena Allah. Artinya, ilmu sangat susah untuk
didapatkan. Mungkin secara lafal mereka memahami, tetapi substansinya atau
hakikatnya, mereka tidak mendapatkannya.
Oleh karena itu, dalam mencari ilmu, kita harus niatkan lillahi
ta’ala, karena Allah swt. Selain itu, kita juga membersihkan hati kita dari
perkara-perkara negatif yang menghantui, sebab kita akan kesulitan memperoleh
hakikat ilmu yang sesungguhnya selagi masih ada hal-hal negatif yang bersarang
di hati kita. Mungkin kita bisa mendapatkan ilmu, tetapi kemanfaatannya
diragukan. Jika demikian, tentu belajar kita sia-sia saja karena tidak
menghasilkan.
*Disarikan dari Mukhtasor Ihyai Ulumi al-Din: al-Mursyid al-Amin
ila Mau’idzoh al-Mu’minin min Ihyai ‘Ulumi al-Din li al-Imam Abi Hamid Muhammad
al-Ghazali
Syakir NF
Sebelumnya, artikel ini pernah dimuat di sini