Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Selasa, 22 Agustus 2017

Syakir NF

Transformasi Ayat-ayat Al-Quran dalam Pemikiran Bung Karno

Sumber: liputan1.com
Seperti Samudra, Bung Karno tak pernah habis dikuras keilmuannya. Pemikirannya sangat dalam dan luas. Tuduhan berlawanan dari musuhnya selalu dilayangkan. Bagi orang Islamis, ia dituduh komunis. Pun sebaliknya. Keinginannya untuk dapat merangkul semua membuatnya harus menerima berbagai tuduhan tersebut.
Tapi Bung Karno terlalu besar untuk hanya disebut sebagai A atau B. Rasanya, gelar kehormatan atau sebutan dari satu sisi saja itu tak cukup mewakili kapabilitas seorang Presiden Pertama Indonesia itu.
Pria yang lahir pada 1901 itu begitu mengkhidmati agama yang dianutnya. Orang-orang lebih mengenalnya sebagai orang nasionalis. Padahal ia juga sangat relijius.
Adalah Mochamad Nurul Arifin, Wakil Bupati Trenggalek yang mengungkap sisi lain Bung Karno. Ia menghadirkan kisah-kisah yang mencengangkan. Tentu cerita tersebut jarang disebut oleh penulis lainnya. Hal ini menjadi satu sisi kelebihan atas bukunya yang berjudul "Bung karno 'Menerjemahkan' Al-Quran" itu.
Seperti apa yang dianjurkan Bung Karno, penulis rupanya melakukan ijtihad terhadap pemikiran a pemikiran sosok yang ia kagumi.
Bung Karno menentang pendapat ulama bahwa pintu jihad sudah tertutup. Ia malah ingin mendobrak pintu itu. Kemajuan Islam, menurutnya, didorong dari kemajuan berpikir para penganutnya.
Ijtihad penulis dalam bukunya ini adalah menghubungkan benang merah antara pemikiran Bung Karno dengan Al-Quran sebagai sumber utama pedoman muslim dalam menjalani kehidupannya. Hasilnya cukup menarik untuk disimak. Setidaknya, ada dua bentuk 'terjemahan' yang dilakukan Bung Karno. Pertama, terjemahan secara langsung. Artinya, Bung Karno menerjemahkan dan menafsirkan langsung ayat Al-Quran. Hal ini terjadi saat ia menyampaikan pidato pada sidang PBB pada 30 September 1960. Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 11 ia kutip sebagai bagian dari pidatonya. Ia pun menyampaikan bahwa di Indonesia hidup berbagai macam suku budaya dan bahasa. Kesemuanya rukun dan damai.
Kedua 'terjemahan' tidak langsung. Penulis menghubungkan ayat Al-Quran yang sejalan dengan tindakan dan pemikiran Bung Karno. Ada makna ayat yang sudah bertransformasi dalam laku dan pemikiran. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan ketidaktahuan Bung Karno terhadap ayat tersebut. Atau kemungkinan kedua, Bung Karno mengetahui tetapi tidak ia ungkapkan.
Hal tersebut dapat kita lihat pada 'Berdikari dalam Ekonomi'. Penulis menghubungkan hasil ijtihad Bung Karno itu dengan Al-Quran surat Al-Balad.

Titik Temu Bung Karno dan Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi masyarakat Islam memiliki andil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pun setelahnya, NU terus bergerak mempertahankan kemerdekaan itu. Hal tersebut dilakukan guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal adalah salah satu bukti Nahdlatul Ulama dalam menjaga persatuan NKRI. Ini pula yang menjadi bukti bahwa NU tidak menegaskan nasionalisme. Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari berhasil menyintesakan dua kutub yang sempat berseberangan. Islam dan Nasionalisme bersatu melahirkan Indonesia.
Sukarno sebagai nasionalis pun tidak menegasikan Islam sebagai sesuatu yang mendukung lahirnya Indonesia. Sebagai suatu bukti, Sukarno pernah mengutip Al-Quran surat Ali Imran ayat 102, "wa lama tafarraquu", jangan berpisah-pisah. Tafsiran yang disampaikan Bung Karno dikontekstualisasikan di Indonesia. Negara yang luasnya dari Sabang sampai Merauke itu sangat beragam suku, bahasa, dan agamanya. Mafhum mukhalafah dari jangan terpisah-pisah itu tentu saja harus bersatu.
Penyatuan Islam dan nasionalisme menjadi titik temu Bung Karno dan Nahdlatul Ulama. Keduanya sepakat bahwa dua kutub itu tidak bisa dipisahkan. Meskipun berbeda, tetapi keduanya menghasilkan simbiosis mutualisme.
Penulis secara cermat menghubungkan Al-Quran dengan pemikiran dan tindakan Bung Karno. Buku ini menjadi jawaban terhadap orang-orang yang menuduh Sukarno sebagai orang yang tidak relijius atau bahkan tidak pro terhadap Islam.

Judul: Bung Karno 'Menerjemahkan' Al-Quran
Penulis: Mochamad Nur Arifin
Penerbit: Mizan
Cetak: 1, Mei 2017
Tebal: xix+272
Syakirnf

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »