Dendam. Setidaknya, itulah modal utama keberanian yang ditanamkan
bocah umur belasan itu pada diri Larasati. Kalau sudah dendam, ketakutan akan
hilang dengan sendirinya tertutupi dengan keberanian yang berkobar demi dendam
yang harus dituntaskan. Dendam karena para penjajah itu tetiba menjadikan
dirinya sebagai malaikat Izrail, bahkan melebihinya, dengan menghabisi pribumi
seenaknya. Tak hanya itu, mereka juga dengan mudahnya membumihanguskan
kampung-kampung. Selain dendam, kecintaan terhadap republik juga menjadi faktor
keberanian mereka dalam melawan para penjajah yang bersenjata lengkap tersebut. Dua hal itu, dendam dan cinta republik, yang
menonjol dalam novel Larasati karya Pramoedya Ananta Toer.
Dua hal tersebut juga yang muncul dalam novel lainnya, yakni Sekali Peristiwa di Banten Selatan. Jika Larasati berceritakan peperangan zaman Revolusi, novel yang kedua ini menceritakan peristiwa pemberontakan DI di wilayah Banten Selatan. Dendam Ranta pada Juragan yang selalu menyuruhnya mencuri terbalaskan dengan melaporkannya pada komandan. Bukan laporan tentang perintah mencurinya, tetapi kopor yang ia sendiri tidak tahu isinya. Kopor yang tak sengaja tertinggal di rumahnya itu ia bawa ke komandan tanpa membuka sebelumnya. Kopor yang ternyata isinya surat-surat DI itu mengantarkan komandan dan pasukannya mengepung rumah juragan.
Sebelum pasukan tentara itu tiba, ia sendiri sudah merasa gelisah dan mengajak serta istrinya untuk segera ikut ke hutan, bergerilya dengan kawan-kawannya. Istrinya terperanjat dengan ajakan itu dan ia pun baru mengetahui kalau suaminya ternyata anggota DI, bahkan residennya. Komandan langsung menyelidik dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan. Dua kali terdengar kode dari anak buahnya yang kemudian itu menjadi dua bukti yang menguatkan temuan Ranta. Kode tersebut menjadi tanda datangnya orang atau kelompok. Kode pertama kedatangan lurah yang melaporkan kepada residen bahwa komandan tentara sedang tidak ada sehingga ia mengusulkan untuk melakukan penyerangan saat itu juga. Kode kedua menjadi tanda datangnya kelompok yang ternyata kelompok yang dipimpin Hasan itu adalah kelompok yang disuruh juragan untuk membunuh Ranta. Akhirnya mereka dibawa para tentara itu.
Kecintaan Ranta dan warga lain terhadap tanah air itu terbukti dengan tidak bergabungnya mereka dengan DI dan Ranta menerima mandat dari komandan untuk menjadi lurah dan beberapa warga lain menjadi RT. Persatuan yang didengungkan oleh Ranta menjadi satu semangat lebih sehingga mampu menghentikan serangan DI berikutnya dan bahkan membangun kampungnya lebih baik lagi dengan berdirinya sekolah dan bendungan.
Kedua novel tersebut mengisahkan peristiwa peperangan yang terjadi dengan sangat rinci sehingga pembaca dapat merasakan kengerian dan dapat memacu jantung pembaca berdegup lebih cepat, terutama pada cerita Larasati ikut berperang dengan Martabat dan bocah belasan tahun yang sudah dianggap sebagai pimpinan pemuda kampung ibunya itu dalam novel Larasati dan cerita penyerangan DI setelah juragan tertangkap dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan.
Mbah Pram sangat piawai menentukan sikap setiap tokohnya. Larasati dan Ranta sama-sama berani melewati ancaman yang sangat berbahaya, Larasati dengan ancaman komandan Nica dan orang Arabnya dan Ranta dengan ancaman pembunuhan Hasan yang disuruh juragan. Demi dendam yang terbalaskan dan lebih dari itu, demi tegaknya kemerdekaan negara Indonesia, mereka rela menantang maut yang jelas-jelas berada di depan mata.
Membaca keduanya tentu akan meningkatkan kecintaan kita terhadap negeri yang lahir dari aliran sungai darah dan air mata yang bertemu dalam samudera cinta bernama Indonesia. Indonesia bukan negeri yang lahir tanpa perjuangan. Maka marilah kita lanjutkan perjuangan para pendahulu kita. Laknatlah mereka para pengkhianat yang tak pernah mengerti arti berjuang untuk umat dan negara yang selamat penuh rahmat.
Dendam kita saat ini adalah dendam menumpas segala bentuk pengkhianatan, korupsi, kolusi, nepotisme, radikalisme, dan bentuk pengkhianatan lainnya. Dendam bukan lagi demi tegaknya kemerdekaan, tetapi kebenaran. Kebenaran tidak datang dari langit, tetapi harus diperjuangkan, begitu Pram menegaskan. Kita juga tidak boleh takut melawan hal tersebut karena pemimpin pemuda itu berpesan pada Larasati, kalau kita tidak berani, itulah sebabnya bangsa lain bisa menjajah kita.
Muhammad Syakir Niamillah
Cirebon, 11 Juli 2016
1 komentar:
Write komentarDalam beberapa hal Pram yg dianggap anggota Lekra, selalu menentang dalam setiap tulisannya. Sikap menulisnya selalu berteriak bahwa ia adalah pribadi yg independen. Menulis untuk bangsanya, untuk identitasnya. Bukan untuk sebuah kelompok atau orang lain.
ReplyUlasannya kereeeennnn maaasss ��������
kalo yg Calon Arang justru aku belum nemuin sisi nasionalismnya. Padahal intinya sama seh kaya dua buku di atas ��