Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Kamis, 25 Februari 2016

Syakir NF

Menikmati Kopi, Menikmati Hidup

First gathering with alumni of Buntet Pesantren in Pare, Kediri

Sebenarnya Sabtu tidak kelas. Namun karena jadwal yang begitu sempit, akhirnya tutor berinisiatif untuk memberikan additional class agar saat ujian nanti, tidak ada materi yang tertinggal. Hal itu tidak menyurutkan saya untuk tetap gathering and hang out dengan teman-teman alumni Buntet Pesantren yang saat ini sama-sama sedang mendalami bahasa Inggris di Kampung Inggris Tulung Rejo, Pare, Kediri.
Jam delapan malam, saya dan Ammar berangkat bersama menuju Gedhe, warung yang berbentuk saung yang terletak sebelah barat atm Mandiri, Jl. Brawijaya. Tempat yang minimalis elegan dengan dinding dan dasar dari bamboo memberikan kesan alami, meski letaknya di samping jalan raya. Angin yang sepoi menambah cita rasa alami itu. Seperti kebiasaan di pondok dulu, tentu saja pesan kopi. Karena kami belum sempat makan sore, kami pun memesan makanan.
Sesaat setelah makan, teman-teman kami yang lain satu persatu datang. Akhirnya lengkaplah kami setelah warung yang kami tempati itu sudah mulai dirapikan kembali karena waktu sudah mendekati jam 11. Tak terasa dua jam lebih kami di tempat tersebut, membicarakan bus, karena dua di antara kami memang maniak bus. Dan beberapa hal lain.
Belum puas, kami beranjak dari tempat tersebut, mencari tempat lain untuk melampiaskan rasa rindu, membicarakan masa lalu dan tentu masa depan. Biel Café, menjadi tujuan kami. Meski tidak 24 jam, tetapi cukup membuat rasa kangen itu bisa terhapuskan.
Awalnya, kami tidak bincang bersama. Masing-masing memiliki mitra tutur sendiri. Saya dengan paman saya yang sengaja datang dari Kota Kediri untuk hang out. Dia di sini sedang menempuh pendidikan tingginya di STAIN Kediri pada program studi Akhlak Tasawuf. Dia bahkan sejak dua bulan lalu terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Prodi Akhlak Tasawuf. Kami membicarakan masa depan kami yang ingin berkontribusi pada rumah dan lingkungan kami. Karena kami juga sama berstatus mahasiswa, kami sedikit berbicang mengenai beberapa materi yang kami pelajari.
Saya juga berbincang dengan kawan paman saya yang diajak bersamanya. Meski dia tidak kuliah, tetapi pengetahuannya cukup luas. Karena ia tidak berhenti belajar. Baginya, belajar itu bukan saja melalui lembaga formal, dia belajar di warung, di terminal, di manapun ia berada. Mendengar cerita orang lain juga ia rasakan sebagai belajar. Meskipun ia tetap iri dengan rekannya yang sudah berstatus mahasiswa, tetapi ia tetap bersyukur ia masih bisa belajar. Dengannya, saya berdiskusi tentang sejarah. Dari Majapahit hingga zaman Soeharto. Dari buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara hingga novel Seteru Satu Guru karya Haris Priyatna. Saya belajar banyak darinya. Belajar kehidupan dan belajar keilmuan.
Setelah bosan dengan materi-materi, akhirnya kami melebur dengan teman-teman lain yang sudah cekikikan dari tadi. Beberapa teman di sini saat di pesantren tidak karu-karuan belajar dan ngajinya. Sekarang mereka sudah mahir berbahasa Inggris bahkan ada juga yang mendalami bahasa Jepang. Dia yang sedang belajar bahasa Jepang, pernah suatu kali coba mendaftar untuk kuliah di Jepang. Tetapi kolom yang meminta cerita kehidupan dan cita-cita masa depan itu tidak dia isi. Ini ya jelas tidak diterima. Katanya, “Apa yang mesti saya isi? Wong saya ngaji dan belajar kabur mulu. Makan jarang. Tapi utang di mana-mana. Masa iya itu diceritain?”. Tawa langsung meledak. Kami sudah tidak peduli dengan waktu yang sudah sangat larut itu.

Suguhan apa yang lebih nikmat tenimbang tawa bersama? Menertawai kebodohan diri sendiri. Ya, begitulah kami menikmati hidup ini. Tawa selalu menjadi obat yang begitu mujarab mengatasi galau dan risau dalam kehidupan. Pada salah satu dindin di café tersebut terdapat tulisan seperti ini, “Menikmati hidup sama dengan menikmati kopi. Jika tidak tahu caranya, maka akan terasa pahit".

Muhammad Syakir Niamillah
Pare, 20 Februari 2016
Catatan pertemuan pertama dengan teman-teman alumni Buntet Pesantren yang sedang belajar di Kampung Inggris Pare, Kediri.

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »