Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Kamis, 25 Februari 2016

Syakir NF

Mengenal Tuhan dengan Membaca Midah Simanis Bergigi Emas

Perpustakaan mini penulis di kosan

Membaca Midah Simanis Bergigi Emas sangatlah menarik. Saya membaca lebih dari seminggu karena tiga hari harus pulang dan menghadapi acara besar sehingga tidak dapat menyempatkan diri barang beberapa menit saja untuk menyentuh Midah meskipun dia dibawa pulang. Saat pulang, sebenarnya saya ingin berduaan dengannya dalam bus, tetapi lampu bus malam terlalu remang sehingga kami hanya bisa berpegangan saja, tanpa bisa memandangnya. Kalaupun bisa, aku sedikitpun tak dapat menikmatinya. Setelah tiga hari pulang, saya kembali lagi ke tanah rantau dan disambut tugas makalah kajian puisi untuk dipresentasikan pada tiga hari yang akan datang dan saya sama sekali belum bergerak membuat makalah. Akhirnya, Midah kuanggurkan lagi beberapa hari. Sampai akhirnya ketika Friday is a freeday tiba, seharian aku bersamanya. Kami puaskan dan tuntaskan hasrat yang tertunda berhari-hari itu.

Kehadiran adik bagi Midah bukanlah suatu kebahagiaan. Betapa tidak, dia yang dulunya begitu dimanja, seluruh perhatian kedua orangtuanya tercurah hanya untuknya, kini beralih ke adiknya. Belum lagi kesukaannya pada musik keroncong yang dianggap haram oleh ayahnya membuat kekesalannya semakin meninggi. Ayahnya, Haji Abdul, yang relijius hanya suka pada satu musik, yakni lagu Arab. Pada saat itu sedang tenar-tenarnya Umi Kalsum, penyanyi Mesir. Setiap hari, telinga Midah mendengarkan lagu yang ia sendiri tak mengerti apa maksudnya, dan ayahnya pun tak jauh berbeda dengan dirinya. Ia mendengarkan cita-cita kehidupan (amal hayati; salah satu judul lagu) Umi Kalsum sembari duduk di pangkuan ayahnya. Puncaknya saat dia dinikahkan dengan seorang pengusaha yang memiliki istri lebih dari satu dan dia jadi istri kesekiannya sehingga ia sangat tidak bahagia, ditambah pula sikap suaminya itu yang membuat dia akhirnya kabur meski ia tengah hamil.

Kecintaanya pada musik keroncong mengantarnya menjadi biduan jalanan bersama grup keroncong yang ia temui di sebuah jalan di Jakarta. Ia pun hidup menggelandang meskipun pada asalnya dia adalah putri seorang yang berada. Tapi kini, orangtuanya pun usahanya semakin menurun sedangkan anaknya semakin bertambah. Orangtuanya tidak mengetahui sebelum bekas pegawainya, Riah,  memberi tahu bahwa Midah telah menjadi biduan keroncong keliling.

Midah yang dianggap sebagai anak baik-baik, berubah seratus delapan puluh derajat saat bertemu Ahmad, seorang polisi yang cinta akan Midah dan sebaliknya. Kecintaan itu dibuktikan keduanya dengan berhubungan layaknya seorang suami istri. Sebelumnya, Midah telah dilamar oleh ketua grup keroncong yang ia ikuti, tapi karena Midah tidak mencintainya sehingga dari tiga kali lamaran yang diajukan itu hanya lahir tolakan dari lisan Midah.

Midah memang wanita yang kuat. Dia berani mengambil resiko yang paling berbahaya sekalipun. Setelah bertemu orangtuanya dan menceritakan akan kehamilannya dengan pria yang belum menikahinya, ia kembali pergi meski telah dilarang oleh ibunya dan tanpa sepengetahuan ayahnya serta dengan meninggalkan Jali di gendongan neneknya.

Yang paling menarik bagi saya dalam novel karya Pramoedya Ananta Toer ini adalah ucapan ayahnya sebagai jawaban atas pertanyaan masyarakat akan putrinya yang sangat berlainan dengan Haji Abdul. Dia yang telah kembali taqorrub kepada Allah telah dianggap keramat oleh masyarakat. Dia mengatakan “Ah, saudara, manusia ini kenal satu sama lain, tapi tidak dengan dirinya sendiri...”.


Ini bagi saya adalah puncak dari apa yang ingin disampaikan pengarang dalam hal ini Pramoedya kepada para pembaca. Mungkin Pram juga telah mengetahui akan pepatah man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu, siapa saja yang kenal dengan dirinya maka sungguh ia kenal dengan Tuhannya. Hakikatnya, kita harus mengerti dan mengetahui siapa diri kita sebenarnya sebelum lebih jauh melangkah ke luar. Sebab, pepatah tersebut memberikan tahapan untuk mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Dengan mengenal diri sendiri, Tuhan pun akan dikenal dengan sendirinya. Maka sebenarnya, Midah ini masih belum kenal dengan dirinya meskipun ia kenal banyak orang, dan kita pun diingatkan oleh Pram melalui Midah untuk mengenali diri kita sendiri lebih dulu untuk mengenal Tuhan sehingga laku lampah kita tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan baik dari syariat maupun konstitusi negara. Membaca Midah sesungguhnya adalah salah satu jalan mengenal Tuhan dengan cara mengenali diri kita sendiri.

Muhammad Syakir Niamillah
Ciputat, 13 April 2015

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »