Our Feeds

Motto

Etik, Estetik, Puitik

Selamat Mengaji

Mengaji Sepanjang Hari

Kamis, 25 Februari 2016

Syakir NF

Memandang Toleransi di Indonesia dengan Perspektif Sastra Indonesia Era Reformasi


Maryam berhasil menjadi penyandang prosa terbaik dalam sayembara Khatulistiwa Literary Award 2012. Novel karya Okky Madasari itu sukses mengangkat tema Ahmadiyah di Nusa Tenggara. Maryam dan keluarganya terusir dari rumahnya sendiri hanya gara-gara mereka Ahmadiyah dan dituduh sesat. Bahkan diceritakan dalam novel tersebut, mereka terusir  dua kali. Tidak saja Ahmadiyah, Syiah juga mengalami nasib yang sama di Negara kita. Bahkan ketika zaman krisis moneter pada tahun 1998, etnis Tionghoa menjadi bulan-bulanan. Seno Gumira Ajidarma menceritakan betapa sadisnya ekspresi bangsa ini atas kebencian terhadap etnis Tionghoa itu dalam cerpennya yang berjudul Clara.
Mengutip frase De Bonald dalam Teori Kesusastraan karya Renne Wellek dan Austin Warren, “Literature is an expression of society”. Bahwa sastra merupakan ungkapan perasaan atau wujud ekspresi masyarakat. Karya-karya sastra yang telah disebutkan di atas dapat menjadi gambaran bagi kita betapa di Negara yang beraneka macam suku, agama, bahasa, tradisi, dan budaya ini masih belum tumbuh jalinan persaudaraan yang kuat. Padahal Negara kita merupakan Negara yang memiliki hukum, tetapi masih saja ada kejadian main hakim sendiri. Allah saja memerintahkan malaikat untuk memuliakan Nabi Adam sebagai manusia, tetapi manusianya sendiri tidak memuliakannya.
Allah telah mengingatkan kita dalam surat al-Hujurat ayat 11, bahwa kita diciptakan dari laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Konsep saling ini menegaskan bahwa kenalan itu terjalin atas dua arah, ada proses timbal balik. Seperti yang kita ketahui bersama, ada pepatah tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut searah dengan ayat di atas. Pun Bhinneka Tunggal Ika yang sebagai ideologi bangsa kita itu.
Maka, sesuai dengan konsep lita’arofu, Gus Dur yang dikenal sebagai Bapak Pluralisme, ingin agar umat Islam dengan umat-umat lain dapat berdialog sebagai wujud perkenalan itu.
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai madzhab kita, telah memerintahkan kita untuk senantiasa bersikap tasamuh, toleran terhadap segala bentuk perbedaan yang ada, baik itu ikhtilaf  ulama dalam hal agama, maupun kemasyarakatan dan kebudayaan.
Islam telah mengenalkan kita pada berbagai macam persaudaraan, di antaranya adalah persaudaraan antarumat manusia atau yang kita kenal sebagai Ukhuwah Insaniyah. Inilah yang harus kita senantiasa aplikasikan dalam keseharian. Bahkan, Cak Nun dalam suatu kesempatan, menyatakan bahwa Ukhuwah Islamiyyah itu tidak hanya persaudaraan yang terjalin antarumat Islam saja. Bila kita perhatikan dari sisi bahasa, Islamiyyah merupakan sifat dari Ukhuwah. Artinya, persaudaraan yang bersifat Islam. Ukhuwah Islamiyah juga berlaku bagi orang-orang yang bersifat Islami.

Muhammad Syakir Ni’amillah
Ciputat, 3 Januari 2015

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »