Maryam berhasil
menjadi penyandang prosa terbaik dalam sayembara Khatulistiwa Literary Award
2012. Novel karya Okky Madasari itu sukses mengangkat tema Ahmadiyah di Nusa
Tenggara. Maryam dan keluarganya terusir dari rumahnya sendiri hanya gara-gara
mereka Ahmadiyah dan dituduh sesat. Bahkan diceritakan dalam novel tersebut,
mereka terusir dua kali. Tidak saja
Ahmadiyah, Syiah juga mengalami nasib yang sama di Negara kita. Bahkan ketika
zaman krisis moneter pada tahun 1998, etnis Tionghoa menjadi bulan-bulanan.
Seno Gumira Ajidarma menceritakan betapa sadisnya ekspresi bangsa ini atas
kebencian terhadap etnis Tionghoa itu dalam cerpennya yang berjudul Clara.
Mengutip frase De Bonald dalam Teori Kesusastraan karya
Renne Wellek dan Austin Warren, “Literature is an expression of society”.
Bahwa sastra merupakan ungkapan perasaan atau wujud ekspresi masyarakat.
Karya-karya sastra yang telah disebutkan di atas dapat menjadi gambaran bagi
kita betapa di Negara yang beraneka macam suku, agama, bahasa, tradisi, dan
budaya ini masih belum tumbuh jalinan persaudaraan yang kuat. Padahal Negara
kita merupakan Negara yang memiliki hukum, tetapi masih saja ada kejadian main
hakim sendiri. Allah saja memerintahkan malaikat untuk memuliakan Nabi Adam
sebagai manusia, tetapi manusianya sendiri tidak memuliakannya.
Allah telah mengingatkan kita dalam surat al-Hujurat ayat 11, bahwa
kita diciptakan dari laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
untuk saling mengenal. Konsep saling ini menegaskan bahwa kenalan itu terjalin
atas dua arah, ada proses timbal balik. Seperti yang kita ketahui bersama, ada
pepatah tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut searah dengan ayat
di atas. Pun Bhinneka Tunggal Ika yang sebagai ideologi bangsa kita itu.
Maka, sesuai dengan konsep lita’arofu, Gus Dur yang dikenal
sebagai Bapak Pluralisme, ingin agar umat Islam dengan umat-umat lain dapat
berdialog sebagai wujud perkenalan itu.
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai
madzhab kita, telah memerintahkan kita untuk senantiasa bersikap tasamuh,
toleran terhadap segala bentuk perbedaan yang ada, baik itu ikhtilaf ulama dalam hal agama, maupun kemasyarakatan
dan kebudayaan.
Islam telah mengenalkan kita pada berbagai macam persaudaraan, di
antaranya adalah persaudaraan antarumat manusia atau yang kita kenal sebagai Ukhuwah
Insaniyah. Inilah yang harus kita senantiasa aplikasikan dalam keseharian.
Bahkan, Cak Nun dalam suatu kesempatan, menyatakan bahwa Ukhuwah Islamiyyah
itu tidak hanya persaudaraan yang terjalin antarumat Islam saja. Bila kita
perhatikan dari sisi bahasa, Islamiyyah merupakan sifat dari Ukhuwah.
Artinya, persaudaraan yang bersifat Islam. Ukhuwah Islamiyah juga
berlaku bagi orang-orang yang bersifat Islami.
Muhammad Syakir Ni’amillah
Ciputat, 3 Januari 2015