Penulis sedang memaknai kitab Baynama Qissatu al-Mi'raj saat pengajian umum di Masjid Buntet Pesantren |
Filologi mengkaji cerita, informasi, yang
dikandung dalam teks yang ada pada naskah. Meskipun demikian, filologi juga
tidak dapat melepaskan naskah begitu saja, karena naskah dapat membantu untuk
mengungkapkan sejarah dan fakta dilihat dari cap atau stempel dan tahun
pencetakan. Hal ini menjadi bukti bahwa naskah dan teks merupakan dua hal yang
berbeda, naskah sebagai wadah dari teks dan teks adalah apa yang ditulis pada
naskah.
Teks yang ada pada naskah itu ditulis dengan
tangan asli. Meskipun salinan, teksnya juga merupakan tulisan tangan. Hal ini dapat menghasilkan varian-varian naskah
yang pada umumnya terdapat perbedaan antara teks
asli dan teks salinan, meskipun disalin oleh orang yang sama. Filologi mengkaji perbedaan varian
ini untuk mengungkap kebenarannya.
Teks itu dapat digolongkan dalam tiga bagian
dalam tradisi intelektual Arab-Islam, yaitu matan, syarh, dan hasyiyah.
Matan dapat diartikan sebagai teks dasar utama. Teks tersebut dapat dikembangkan lagi oleh penulis lain ataupun
penulis yang sama dengan penjelasan-penjelasan yang lebih luas. Hal demikian disebut dengan syarh. Hasyiyah memberikan komentar-komentar
terhadap teks-teks yang dikandung matan.
Sebagai contoh tiga golongan teks tradisi
intelektuali Arab-Islam adalah kitab Alfiyah ibn Malik, Syarh ibn
Aqil, dan Hasyiyah al-Khudlari. Alfiyah
ibn Malik sebagai matan memuat poin penting
namun dengan bahasa yang begitu ringkas. Karena terlalu ringkas sehingga butuh
pemahaman yang lebih meluas, maka Imam Ibnu Aqil membuat penjelasan atas kitab
seribu bait syair yang membahas gramatika bahasa Arab tersebut. Penjelasannya dikenal dengan kitab Syarh ibn
Aqil. Syarh Ibnu Aqil sebagai penjelas Alfiyah ibn Malik masih dipandang perlu komentar-komentar
pada pembahasan-pembahasan tertentu. Oleh karena itu, Imam Khudlari memberinya
hasyiyah agar hal-hal yang musykil menjadi lebih mudah dipahami. Kitabnya dikenal dengan nama Hasyiyah Khudlari.
Muhammad Syakir Niamillah
Ciputat, 1 Oktober 2015