Para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) dibekali berbagai macam pengetahuan tentang wacana usia pernikahan.
Pakar hukum Dede Martinelly menyampaikan sejarah batas usia nikah. RUU pada tahun 1952 menentukan usia nikah 18 tahun untuk laki-laki dan 15 tahun untuk perempuan. Pada akhir 1973 RUU perkawinan disetujui oleh DPR dan sah menjadi UU perkawinan No 1 tahun 1974, menentukan usia kawin 19 tahun untuk laki–laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Namun dalam perkembangannya saat ini, wacana baru muncul dengan mengusulkan usia nikah untuk perempuan 18 tahun, sedangkan laki-laki 21 tahun. Menurut Dede, kematangan jiwa seseorang adanya pada usia tersebut.
“Usia tersebut dianggap sebagai batas kematangan jiwa seseorang,” ujarnya di aula Pondok Pesantren Ats-Tsaqafah, Ciganjur, Sabtu (24/12).
Selain itu, Herna Lestari dari Yayasan Kesehatan Perempuan menyampaikan materi tentang kesehatan reproduksi. Menurutnya, kesehatan reproduksi itu bukan saja dilihat dari sisi biologis, tapi juga dari segi sosial dan psikis.
“Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi,” katanya.
Adapun Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berpesan kepada rekanita IPPNU agar menjadi remaja berkarakter. Frasa tersebut merujuk pada remaja yang tidak nikah muda, tidak pada seks sebelum nikah, dan tidak pada narkoba.
Selain merujuk pada tiga poin di atas, remaja berkarakter juga harus memiliki nilai-nilai revolusi mental, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. (Syakir Niamillah Fiza/Abdullah Alawi)